Implikasi langsung dari perubahan sistem personal tersebut di dalam sistem sosial adalah ta’āṣub bi al- mażhab sehingga menegasi segala sesuatu yang lahir di luar mażhab tersebut meskipun memiliki kebaikan secara komprehensif.
Akibat dari evolusi budaya hukum keluarga Islam di Indonesia yang menjadi Arabisasi di atas, ternyata menggugah beberapa pemikir Islam untuk menelurkan ide-ide pembaharuan yang diasumsikan sesuai dengan ruh bangsa Indonesia, seperti ide aktualisasi hukum Islam ala Munawir dan pribumisasi Islam ala Gus Dur. Dua ide besar yang sama-sama lahir di tahun 1980- an ini memiliki perbedaan yang sangat signifikan, karena ide aktualisasi lebih pada pembacaan ulang atas teks-teks agama melalui pendekatan yang ternyata juga lahir dari dunia Arab yakni al-maṣlaḥah at-Tūfi dan kaidah perubahan hukum ala Abū Yūsuf.
Jika kedua teori ini diikat menjadi satu, maka ia akan menghasilkan makna, bahwa dalam memahami Islam tidaklah dapat melalui kulit luarnya saja yang terangkum dalam fiqh yang lahir dari Arab. Akan tetapi perlu dilakukan pembacaan ulang langsung pada sumber primernya agar mendapatkan nilai maslahat dan kemudian dipribumisasikan dalam konstruk Islam Indonesia.
Demi membangunan hukum keluarga Islam Indonesia yang responsif haruslah dengan mengembalikan metode inkulturasi sebagai basis metodologisnya yang berorientasi konstitusional dan menjadikan metode akulturasi hanya sebagai pengayaan saja, dan tidak dijadikan sebagai metode primer .
Dengan melalui riset serta pengkajian mendalam saya menyimpulkan, bahwa. Pertama, cara membaca atau memahami wahyu Allah yang telah terkodifikasi menjadi kitab suci agar responsif dengan budaya lokal bangsa Indonesia, adalah melalui pemahaman bahwa wahyu Allah yang telah turun ke muka bumi ini dengan bersuara atau berbahasa Arab dari lisan seseorang yang berbangsa Arab dan disampaikan secara konvensional kepada masyarakat Arab merupakan bagian dari kebudayaan, sehingga dalam memahaminya harus melalui jalan komunikasi dengan manusia yang juga bagian dari kebudayaan itu sendiri.
Kedua, implikasi dari penerapan teori di atas dalam pembaharuan hukum keluarga Islam di Indonesia adalah: (1) segi teoritis yang diawali dengan perubahan secara definitif tentang arti hukum Islam dari yang pada awalnya sangat skriptualis menuju hukum yang substantif, yakni “ilmu tentang hukum-hukum berkenaan dengan perbuatan manusia yang diraih melalui jalan ijtihad”.
Referensi
[1] Muhammad Nasruddin, Halaqah Fikih Peradaban dan Relevansinya Terhadap Penguatan Nilai Moderasi Beragama, Pesantren Studies Annual Symposium on Pesantren Studies (Ansops) 2022 Prosiding Nasional Vol. 01 Tahun 2022.
[2] Lihat Akh. Minhaji, Islamic Law and Local Tradition; a Sosio-Historical Approach, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta Press, 2008), h. x; Teks aslinya adalah : “Islamic law is one but the understanding of islamic law could be many (Islam is one but muslim is many). Thus, the understanding and implementation of Islamic law in Arab countries (e.g. Saudi Arabia), must not necessarily be the same as that on other muslim countries (e.g. Indonesia).”
