Ijtihad Fikih Peradaban: Relasi Agama dan Budaya dalam Hukum Keluarga di Indonesia

Jika dilihat dari segi fiqh yang diajarkan di hampir seluruh wilayah di Nusantara dahulu, maka sikap istri yang meminta cerai terhadap suaminya adalah perbuatan dosa besar di hadapan Allah Swt, dan dinilai sebagai pelanggaran terhadap ajaran agama karena melakukan perlawanan terhadap suami (nusyuz). Begitu juga dengan hak ijbār (memaksa) dan aḍal (menolak) yang tidak begitu saja langsung diimplementasikan dalam aturan perkawinan di Indonesia.[9]

Oleh karena minimnya pembaharuan hukum keluarga di atas, juga karena dominasi teologi-fiqhiyyah yang masih begitu kuat menyelimuti aturan hukum tersebut, maka lahirlah para penggugat hukum Islam sebelum lahirnya KHI melalui konsep “Reaktualisasi Hukum Islam” yang dihasilkan oleh Menteri Agama RI Ke-13 Munawir Sjadzali di tahun 1980-an, dan konsep “Pribumisasi Islam” oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tahun yang sama.

Melalui periodisasi evolusi budaya hukum keluarga Islam Indonesia di atas, akan digambarkan betapa semangat kodifikasi hukum sebagai bentuk perkembangan hukum keluarga Islam di Indonesia secara alamiah telah mengeleminir khazanah keilmuan Islam yang begitu luas menjadi Arabisasi.

Meskipun demikian, perubahan persepsi ini tidak dapat dihindari karena perubahan zaman di era demokrasi telah menjadikan hukum sebagai panglima, maka menganulir hukum dalam kehidupan bernegara sama saja dengan menolak takdir dari setiap individu manusia, dan dalam konteks hukum Islam, ia hanya dapat berlaku secara yuridis di bumi Indonesia apabila telah terkodifikasi dalam perundang-undangan nasional.

Kreasi historis yang telah dituangkan di atas, menggambaran bahwa budaya hukum di Indonesia telah mengalami evolusi secara komprehensif ketika Islam mulai melakukan penetrasi. Ketika perubahan model Islamisasi berubah ke model akulturasi di mana Arab-Islam masuk dan merasuk ke dalam sistem organisasi sehingga terlembaga pada fiqh asy-syafi’iyyah, maka sistem personal pun berubah dengan sendirinya menjadi jumūd, menguatkan semangat taklid dan memunculkan ide pelarangan talfīq.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll