Ketika wahyu pertama turun kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira, dunia berada dalam masa jahiliah, zaman di mana ketidakadilan merajalela dan manusia hidup tanpa pegangan moral yang kuat. Saat itulah firman Allah SWT menggema: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (QS. Al-‘Alaq: 1).
Perintah pertama yang diturunkan bukan tentang hukum atau peribadatan, melainkan tentang membaca. Ini menunjukkan bahwa wahyu Ilahi bukan sekadar kumpulan ayat yang dibaca tanpa makna, tetapi sebuah panduan yang menuntun manusia menuju peradaban yang lebih baik. Nuzulul Quran bukan hanya peristiwa bersejarah yang kita peringati setiap tahun, tetapi sebuah pesan yang terus hidup dan harus kita aktualisasikan dalam kehidupan modern.
Dunia saat ini menyaksikan kemajuan luar biasa dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ini membawa manfaat besar, tetapi juga tantangan yang tidak kalah besar. Kemudahan akses informasi di era digital, misalnya, bisa menjadi sarana menambah ilmu atau justru menyesatkan jika tidak disaring dengan kebijaksanaan. Di sinilah Al-Qur’an harus berperan sebagai pedoman yang menjaga manusia dari penyimpangan. Allah SWT telah menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah “petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang benar dan yang batil).” (QS. Al-Baqarah: 185).
Namun, tidak sedikit yang memahami Al-Qur’an hanya sebatas teks yang dihafal atau dibaca berulang kali tanpa menggali maknanya lebih dalam. Di sisi lain, ada juga yang menafsirkan Al-Qur’an dengan terlalu bebas hingga melenceng dari pesan aslinya. Padahal, memahami Al-Qur’an haruslah dengan pendekatan yang seimbang—menghormati teksnya sekaligus menggali maknanya sesuai konteks zaman.
Sebagai kitab suci yang melintasi zaman, Al-Qur’an tidak pernah kehilangan relevansinya. Di era modern ini, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tetap menjadi solusi bagi berbagai problematika manusia. Ketika dunia menghadapi krisis moral dan ketimpangan sosial, Al-Qur’an hadir dengan prinsip keadilan yang menegaskan bahwa tidak ada keutamaan antara satu manusia dengan yang lainnya kecuali dalam ketakwaan. Ketika manusia dibingungkan oleh arus informasi yang simpang siur, Al-Qur’an memberikan standar kebenaran yang membedakan antara hak dan batil.
Dalam kehidupan sehari-hari, menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman bukan berarti hanya sekadar membacanya saat ibadah atau menyimpannya dalam lemari yang berdebu. Al-Qur’an harus hidup dalam perilaku dan keputusan yang kita ambil. Rasulullah SAW sendiri adalah contoh nyata dari manusia yang menjadikan Al-Qur’an sebagai karakter hidupnya. Aisyah RA pernah berkata, “Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an.” (HR. Muslim).
Maka, jika kita ingin menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup di era modern, langkah pertama yang harus kita lakukan adalah memahami isinya dengan mendalam. Membaca Al-Qur’an bukan sekadar untuk mendapatkan pahala, tetapi juga untuk menemukan solusi atas berbagai tantangan hidup. Dalam dunia yang penuh godaan materi, Al-Qur’an mengajarkan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Dalam masyarakat yang semakin individualistis, Al-Qur’an menanamkan nilai kepedulian sosial dan keadilan.
Lebih dari itu, Al-Qur’an juga harus diterapkan dalam skala yang lebih luas, bukan hanya dalam kehidupan pribadi, tetapi juga dalam membangun masyarakat yang lebih baik. Jika umat Islam menjadikan nilai-nilai Al-Qur’an sebagai dasar dalam bermuamalah, dunia akan menyaksikan peradaban yang penuh dengan kejujuran, keadilan, dan kasih sayang.
Momen Nuzulul Quran adalah kesempatan bagi kita untuk merenungkan kembali, sejauh mana kita telah berinteraksi dengan Al-Qur’an? Apakah ia hanya menjadi bacaan yang kita lantunkan tanpa pemahaman? Ataukah ia benar-benar menjadi cahaya yang menuntun kita dalam setiap langkah kehidupan?
Di era yang penuh perubahan ini, Al-Qur’an tetap menjadi kompas yang tidak akan pernah usang oleh waktu. Ia adalah petunjuk yang tidak hanya membimbing manusia di dunia, tetapi juga mengantarkannya menuju kebahagiaan abadi di akhirat. Allah SWT telah berjanji: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus.” (QS. Al-Isra: 9).
Kini, pilihan ada di tangan kita. Apakah kita akan menjadikan Al-Qur’an sebagai sekadar bacaan yang hanya dibuka di waktu-waktu tertentu, ataukah kita akan menjadikannya sebagai petunjuk sejati yang membimbing setiap langkah kehidupan kita?
والله اعلم بالصواب
Penulis:
M. S. Tahir
(Kepala UPT Perpustakaan IAIN Manado)