Tradisi “Pungguan” Di Kampung Jawa Tondano Kabupaten Minahasa

Masyarakat kampung Jawa Tondano sangat kaya akan budaya yang masih dilestarikan sampai saat ini baik dalam sistem tradisi, adat istiadat, maupun ritual keagamaan. Salah satunya ialah Tradisi Pungguan yang masih dilestarikan karena dianggap sebagai sebuah kegiatan yang sakral atau wajib dan dilaksanakan turun temurun oleh orang-orang terdahulu. Tradisi ini masih ada dan tetap dilestarikan
sampai sekarang ini menandai bahwa tradisi tersebut tidak dapat terpisahkan oleh kehidupan masyarakat di Kampung Jawa Tondano.

Tradisi Pungguan adalah tradisi ziarah kubur ke makam para orang tua dan keluarga, yang biasanya dilakukan satu minggu menjelang masuknya bulan Ramadan tepatnya pada bulan Sya’ban. Hari pelaksanaan tradisi Pungguan dipilih pada hari libur seperti hari Sabtu atau Minggu. Pemilihan hari libur dikarenakan mereka tidak pergi ke kebun atau sawah dan supaya banyak warga masyarakat yang
memiliki waktu untuk mengikutinya.

Tradisi ini diikuti oleh seluruh warga Kampung Jawa Tondano dengan beberapa rangkaian acara seperti mengunjungi makam orang tua, kerabat, dan makam para leluhur, membersihkan area makam, membaca dzikir Gholibah dan surah Yasin serta berdoa agar Allah SWT tetap mencurahkan Rahmat-Nya kepada
para penghuni kuburan tersebut yang dipimpin oleh sesepuh kampung.

Di beberapa daerah lain pelaksanaan tradisi ini bermacam-macam, ada yang berkumpul bersama seluruh keluarga dan kerabat mengadakan makan bersama di rumah, berdoa bersama, kemudian bermaaf-maafan. Ada pula yang memanggil imam untuk datang ke rumah dan berdoa bersama, dan ada juga yang mengamalkan sedekah munggah yakni sedekah pada sehari sebelum bulan puasa.

Tradisi Pungguan sampai sekarang masih terus dilaksanakan oleh masyarakat Kampung Jawa Tondano untuk menyambut bulan suci dan mulia yakni bulan Ramadan dengan tujuan untuk membersihkan dan menyucikan hati dan jiwa agar mendapatkan ketentraman serta dapat menyambung tali silaturahmi yang baik antar warga Kampung Jawa Tondano dan juga sarana sosialisasi nilai-nilai, terutama kepada generasi muda yang masih harus menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat.

Alasan masyarakat masih melestarikan tradisi ini adalah karena tradisi ini sudah ada sejak para pendiri kampung sudah membangun Kampung Jawa Tondano dan sekarang sudah menjadi peninggalan para leluhur. Sehingga menurut Ilyas Tumenggung Zees salah seorang pemuda di Kampung Jawa menyampaikan pada generasi muda agar menghormati, menjaga, dan melestarikan tradisi yang sudah ditinggalkan oleh para leluhur. Selain itu juga tradisi ini mempunyai nilai-nilai kehidupan yang sangat bermanfaat dan sangat diyakini oleh masyarakat Kampung Jawa Tondano.

Sejarah tradisi Pungguan di Kampung Jawa Tondano pertama kali dibawa dan di perkenalkan oleh Kiai Modjo beserta para pengikutnya yang diasingkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Mereka berasal dari Jawa dan menetap di Tondano. Tradisi Punggungan telah ada pada pertengahan abad ke-XVIII sekitar tahun 1831. Kemudian sampai pada abad ke-XX sekitar tahun 1940 tradisi ini mengalami beberapa perubahan. Pertama, dari segi waktu, alasannya karena para masyarakat banyak yang sudah memiliki pekerjaan di instansi kepemerintahan sehingga dilakukan musyawarah terlebih dahulu agar memilih hari libur.

Kedua, pada saat pandemi melanda, hari pelaksanaan tradisi Pungguan diberikan waktu 1 atau 2 minggu agar warga yang datang di beri jarak sehingga para warga tidak berkumpul bersama dan dengan diberikannya jarak waktu, jumlah para peziarah semakin sedikit berbeda dengan sebelum datangnya Pandemi. Tradisi Pungguan mempunyai nilai-nilai keagamaan yang sangat bermanfaat dan sangat diyakini oleh masyarakat Kampung Jawa Tondano.

Kampung Jawa Tondano meyakini dengan sepenuh hati, bahwa Allah Swt. adalah zat dan sumber pengampunan  dan sumber kekuatan, karena  manusia tidak akan pernah terlepas dari dosa dan salah. Melalui lantunan  doa yang dipanjatkan kepada Allah Swt. menandai hanya kepada Allah lah tempat meminta dan memohon. Dengan kepercayaan yang teguh kepada Allah masyarakat meminta agar diberikan ampunan dan kemenangan dalam menghadapi bulan Ramadan.

Dari aspek Ibadah, Lantunan doa-doa yang diucapkan dalam tradisi Pungguan sebagai sarana ibadah kepada Allah Swt. dan menjadi alat atau media untuk mencapai posisi sedekat mungkin dengan Allah Swt. sekaligus bisa mendapatkan ketenangan jiwa.

Dari aspek Ukhuwah Islamiyah, Dalam tradisi Pungguan tentunya melibatkan banyak orang, sehingga menimbulkan banyak interaksi yang terjadi antara individu satu dengan individu lain, sehingga terwujudlah rasa kebersamaan, rasa persatuan, dan silaturahmi dengan keluarga jauh tetap terjaga, sehingga kehidupan masyarakat senantiasa rukun, aman, dan  bahagia.

Dari aspek Kebersihan, Melalui tradisi Pungguan ini masyarakat bukan hanya sekedar datang untuk berdoa bersama, namun mereka juga saling gotong royong memebersihkan areal pekuburan agar kubur terlihat bersih dan rapih sehingga enak untuk di pandang.

Selain itu, Sampai sekarang tradisi ini masih tetap dipertahankan dan dijalankan dengan baik oleh masyarakat Kampung Jawa Tondano. Alasan masyarakat masih melestarikan tradisi ini adalah karena untuk menghormati, menjaga, dan melestarikan tradisi yang sudah ditinggalkan oleh para leluhur.

Penulis: Medina Salsabila Pontoh
Mahasiswa PAI6A IAIN Manado

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll