K.H. Hasyim Asy’ari : Sebuah Biografi Singkat

Ada kelakar dari aktivis NU yang bergerak di bidang politik praktis, bahwasanya Pangeran Diponegoro berjuang habis-habisan melawan Belanda sampai akhir hayatnya berawal dari upaya membela makam leluhurnya yang terkena proyek pembangunan rel kereta api penjajah Sementara itu, NU lahir dari polemik gerakan Wahabi di Timur Tengah yang sedang gencar mengampanyekan peminggiran situs – itus bersejarah Islam, seperti ziarah ke makam para aulia, wali, dan kiai dengan dalih pemurnian ajaran Islam. Jadi, NU dan Pangeran Diponegoro sebenarnya sama, yaitu sama-sama membela makam leluhur.

Pembicaraan tentang NU tanpa K.H. Hasyim Asy ari adalah bentuk pencurian terang-terangan tanpa malu. Hal ini disebabkan karena salah satu pendiri utama lahirnya NU pada 1926 adalah KH Hasyim Asyari. Tujuan organisasi ini adalah ingin menempatkan tradisi dan nilai-nilai keislaman yang muncul dan berkembang di Indonesia sejajar dengan khazanah keislaman Timur Tengah dan tidak ada yang mendominasi satu sama lain. Oleh sebab itu, Islam yang dibawa adalah yang menghormati adat istiadat dan tradisi masyarakat lokal tanpa menghilangkan identitas satu sama lain.

Siapa sebenarnya K.H. Hasyim Asy`ari? Anak-anak muda sekarang ini mungkin tidak begitu mengenal sosok beliau, apalagi sumbangsihnya terhadap agamanya, Islam, dan bangsanya Indonesia. Ketidaktahuan inilah yang mungkin menjadikan ada berita yang berkembang bahwa beliau adalah tokoh perintis kemerdekaan yang kolot, tradisional, tertutup, hanya berjuang untuk NU, dan tidak mau menerima perubahan zaman. tulidsn ini akan memperkenalkan secara sederhana siapa beliau, bagaimana pergolakan pemikiran dan perjuangan nasionalismenya sehingga bisa dicari penjelasan yang rasional, misalnya tentang berita seperti yang tersebut di atas.

 Jangan-jangan berita tersebut ada karena orang-orang belum mengenal beliau secara utuh, bahkan sampai saat ini. Tulisan ini berkeinginan untuk ikut mengetahui bagaimana ruh pandangan dan perjuangan beliau semasa hidupnya, baik ketika beliau masih senang bermain-belajar, mendirikan Pesantren Tebuireng, mendirikan dan mengawal NU, sampai melawan penjajah Nilai kepahlawanan beliau sebenarnya begitu besar, di antaranya bagaimana beliau selalu menjadi incaran penjajah, baik itu Belanda maupun Jepang, terus diawasi, ditangkap, dipenjara, dan disiksa. Hal ini terjadi karena baik penjajah Jepang dan Belanda sudah menawarkan kepemilikan materi atau kekuasaan agar K.H. Hasyim Asy’ari mau menjadi antek penjajah, akan tetapi beliau selalu menolak bahkan melakukan perlawanan.

Bentuk-bentuk perlawanan beliau juga terlihat antara lain pada pemberian fatwa bahwa naik haji itu haram hukumnya, jika menggunakan kapal Belanda atau dengan kata lain dibiayai penjajah. Fatwa lainnya yang juga menunjukkan bentuk beliau terhadap penjajah adalah menolak kewajiban tradisi seikeirei (membungkuk setengah badan setiap pagi ke  arah kaisar Jepang, Tenno Heika) yang dipaksakan penjajah terhadap rakyat Indonesia., Tradisi tersebut seperti gerakan rukuk dalam ibadah shalat yang ditujukan pada Tuhannya umat Islam.

Menurut beliau, ini adalah perbuatan syirik karena tidak ada yang layak disembah, kecuali Allah. Belum lagi sumbangsih beliau pada peristiwa 10 November 1945 yang dikenal sebagai Hari Pahlawan, di mana peran fatwa jihad beliau memberikan sumbangsih atas militansi perjuangan melawan Belanda dan sekutunya, serta memberi suara perlawanan pantang menyerah dari rakyat Indonesia kepada penjajah. Selain itu, banyak sumber dan referensi memercayai bahwa orang sekaliber Bung Tomo dan Panglima Besar Jenderal Sudirman pernah meminta nasihat atau doa sebagai spirit perjuangan pada K.H. Hasyim Asyari.

Selain sebagai seorang pejuang, K.H. Hasyim Asy’ ari lebih dikenal sebagai seorang ulama pembaru Beliau adalah tokoh pembaru pendidikan pesantren. Beliau dikenal dengan sikap keterbukaannya, yaitu dengan memasukkan model pendidikan umum, yaitu ilmu-ilmu umum atau sekuler, seperti pelajaran Bahasa Melayu, Matematika, Imu Bumi pada 1916-1919, ke dalam kurikulum pondok pesantrennya. Kemudian, ditambahkan dengan pelajaran Bahasa Belanda dan Sejarah Indonesia Pada 1926. Hal ini kemudian dikuti oleh pondok pesantren tradisional lainnya sampai saat ini.

Beliau juga merupakan ulama pemikir dan diakui sebagai ahli hadis. Bahkan, K.H. Kholil dari Bangkalan Madura, yang pernah menjadi gurunya, tiba-tiba ingin menjadi muridnya untuk belajar Ilmu Hadis. Selain itu, beliau juga mengenalkan sistem dan metode pengajaran musyawarah atau mendiskusikan mata pelajaran di pondok ataupun persoalan di luar yang berkaitan dengan persoalan keagamaan, pola sosial, dan interaksi masyarakat, berkaitan dengan mata pencaharian maupun kesehariannya Sebagai salah seorang pendiri utama NU, sumbangsih beliau atas organisasi ini tidak diragukan lagi, baik dari segi moril, materil dan immateril.

Hal itu terlihat dari hampir semua anak cucu beliau ikut memberikan sumbangan pikiran dan tenaga untuk NU, mulai dari K.H. Wahid Hasyim maupun Gus Dur. K.H. Hasyim Asy’ ari mendidik keturunannya atau kerabatnya agar menjaga, berjuang dan membesarkan NU sampai akhir hayatnya. Di lain pihak, siapa yang meragukan kegigihannya dalam berjuang sebagai Muslim. Beliau memilih Tebuireng sebagai lokasi pendirian pondok pesantren yang menurut teman-temannya penuh jin, sarang kaum abangan, bromocorah, pejudi, dan tukang mabuk. Ketika teman-temannya melarang dan mencemooh keputusan itu, dengan tenang beliau menjawab;

 “Menyiarkan agama berarti memperbaiki moral masyarakat yang belum baik. Jika moral masyarakatnya sudah baik, apalagi yang mesti diperbaiki”

Oleh sebab itu, membaca kembali tentang siapa K.H. Hasyim Asy’ari, bagaimana perjuangan dan pemikirannya merupakan sesuatu yang perlu kiranya. Dengan itu, kita bisa menghormati bukan sekadar seremoni, upacara, dan tabur bunga, jasa pahlawan melainkan mendialektikakan pemikirannya dan mengkontekstualisasikannya dengan kondisi sekarang,  di mana persoalan rasa kebangsaan dan persatuan malah semakin terus teruji dan semakin berat. Di satu sisi, globalisasi membanjiri kita dari luar dan di sisi lain, persoalan keadilan dan kesejahteraan masih menjadi persoalan mendasar bangsa ini.

Sumber:
Biografi Singkat (1871 – 1947) K.H Hasyim Asy’ari
Muhammad Rifai

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll