Menyikapi Bid’ah dan Membangun Toleransi

Di tengah masyarakat, sering sekali  fanatisme dalam menganut ajaran – ajaran keagamaan menjadi sebab munculnya persoalan – persoalan yang berpotensi memecah belah persatuan dan kerukunan umat beragama. Padahal, perbedaan dalam penafsiran teks keagamaan menjadi hal yang biasa di kalangan ulama – ulama terdahulu, khusunya dalam hal syariat islam. Mestinya, kita menauladai sikap rendah hati, dan saling menghargai yang diwariskan  para ulama dalam menghadapi setiap perbedaan – perbedaan tersebut.

Adanya problem ini membuat masyarakat menjadi cuek atau berpaling  terhadap satu sama lain. Padahal islam mengajarkan kita bagaimana hidup damai, tentram, dan sejahtera serta saling tolong menolong satu sama lain. Selain itu islam juga sebagai rahmatan lil alamin (rahmat atau cinta kasih bagi seluruh alam). Sebagaimana dikatakan dalam surat Al-anbiyah ayat 76 “Sesungguhnya umat kamu ini adalah umat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, oleh sebab itu maka hendaklah kamu menyembah Aku”. Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran bahwasanya dalam bermasyarakat hendaknya kita saling berkolaborasi serta saling menghargai satu sama yang lain. 

Tetapi dalam hal ini  hanya sebagian orang yang mengerjakan, selebihnya orang saling menyalahkan, ketika apa yang dilihat tidak sesuai dengan keyakinannya.  Misalnya, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, kebanyakan diantara golongan kita berbeda pandangan ketika mendengar kata مَوْلِدُ النَّبِـيّ atau hari kelahiran nabi Muhammad SAW.

Ada yang berpandangan boleh, ada juga tidak boleh, sebab maulid tidak pernah dilakukakan oleh nabi dengan landasan apa-apa yang dikerjakan selain dari nabi maka semua amalan  akan ditolak atau tidak diterima. Sehingga pandangan yang menolak, menyakini bahwasanya hal melaksanakan maulid merupakan perbuatan sia-sia.

Kalau kita mengulas sejarah ada amalan sahabat yang tidak pernah dilakukan oleh Rasullulah. Salah satunya, nabi pernah bermimpi mendengar hentakan suara kaki bilal berjalan di surga sehingga rasulullah bertanya “yaa bilal” amalan apa yang kamu kerjakan sehingga suara hentakan kakimu kedengaran di surga. Bilal berkata bahwasanya ketika saya buang hajat saya memperbaiki wudhu saya terus melanjutkan  dengan sholat 2 rakaat.

Dari peristiwa tersebut, kita dapat pahami bahwa tidak selamanya amalan yang tidak dilakukan oleh Nabi akan tertolak, sebab Nabi juga sangat menghargai hari jadinya dengan melakukan puasa di hari senin.

Selain itu Nabi isa juga menghargai kelahiran Nabiullah sebagaimana dikatakan dalam al-qur’an surat at-taubah ayat 128 yang artinya “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.

Sehingga ketika Nabi isa ditanya oleh pengikutnya bahwasanya sesungguhnya tanda tanda kenabian terakhir ada pada engkau ya  Nabi Isa sebagaimana dikatakan dalam kitab Injil tetapi Nabi Isa menolak sesungguhnya ada satu nabi terakhir yang nabi ini akan membawa risalah, ketentraman, cahaya serta meluruskan ajaran tauhid ya dianut oleh kaum Nabi Ibrahim, musa selain itu Nabi Muhammad SAW sangat dicintai oleh Tuhan sebagaimana dalam firman Allah SWT sesungguhnya para malaikat bersujud atas kehadiran Nabiulaah Muhammad SAW. Bukan saja malaikat, tapi ketika nabi baru dilahirkan bumi, pohon beserta alam semesta sujud atas hari jadinya nabi.

Lantas kenapa masyarakat cepat sekali mengambil keputusan bahwasanya apa yang kita lakukan adalah bid’ah atau sesat kalau kita definisakan atau jabarkan kata bid’ah merupakan tata cara atau pelaksanaan yang tidak pernah dilakukan oleh nabi sehingga mendatangan kemodhoratan bagi kita. 

Tapi nyatanya kebanyakan dari kita ketika menjustifikasi seseorang tidak ada landasan kuat hanya perkataan bahwasanya hal yang kamu lakukan tidak pernah dilakukan oleh keturunan saya. Sehingga dengan kata bid’ah juga dapat menggoda keyakinan atau iman orang awam yang penggetahuaanya sangat minim dalam ajaran islam.

Dalam salah satu riwayat hadits yang artinya “Hati-hatilah dengan perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).  Oleh karena itu ketika kita ingin menyalahkan orang lain, hendaklah kita sandarkan pada Al-qu’an atau sunnah sebagai penguat atas keyakinan kita bukan atas perkataan mulut orang ke orang yang sumber yang didapatkan kita tidak ketahui.

Sebab ketika kita menyalahkan orang lain, tanpa landasan jelas terus orang itu yakin dengan perkataan kita maka apa yang kita sampaikan itu akan dipertanggungjawabkan pada hari kiamat. Allah SWT berfirma dalam surat yasin ayat 65 artinya “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”.

 Sehingga dengan adanya pembahasan ini kita dapat lebih bijaksanan lagi dalam bermasyarakat untuk saling menhargai bukan saling menvonis atau menjatuhkan hukuman kepada orang lain. Salah satu kisah Nabi yang diceritakan bahwasanya ketika Nabi hendak pulang dari masjid, Nabi sering sekali dilemparkan kotoran baik itu kotoran hewan atau manusia.

Selain itu rumah Nabi juga dilemparkan kotoran tapi ketika orang itu melemparkan kotoran kepada Nabi. Nabi sekalipun tidak marah malah ketika kotoran itu ada di rumahnya beliau langsung membersihkannya sampai datang salah satu sahabat Rasullulah yang berkata bahwasanya orang yang melemparmu setiap hari, dia jatuh sakit mendengar kata itu, beliau langsung bergegas menjenguk, sembari membelikan buah dan mendoakan dia agar lekas sembuh.

 Sehingga dari kisah ini kita dapat mengambil satu pelajaran seburuk buruk orang kepada kita mau dia kaya atau miskin hendaknya kita senantiasa menanggapi orang itu dengan sabar dan ikhlas.

Penulis: Salman Al-Farizi (Mahasiswa PAI3D)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll