Dalam menetapkan suatu pandangan atau hukum Islam ( misalnya fatwa) tidak cukup hanya menghafal pendapat – pendapat ulama pun juga hadist – hadist Nabi. Sebab tidak semua pendapat pendapat ulama dan juga hadist Nabi relevan diaplikasikan dalam semua konteks sosial, ekonomi, budaya dan politik. Karena sangat mungkin pendapat – pendapat itu memiliki konteks khusus yang melatarbelakangi kelahirannya.
Oleh sebab itu, penting terus mengkaitkan pendapat – pendapat itu dengan cita kemaslahatan yang ingin diwujudkannya. Jika ada banyak pendapat fiqih, maka takaran untuk memilih pendapat mana yang akan dijadikan pijakan, adalah pendapat yang lebih dekat dalam mewujudkan kemaslahatan. Inilah yang dimaksud dengan narasi ” fiqh an-Nashus fi dhau’i al-amaqhashid“, -pemahaman teks dalam naungan cahaya kemaslahatan.
Disamping itu, juga diperlukan fiqih keseimbangan, fiqh al muwazanah, dalam bahasa arabnya. Fiqih Muwazanah berarti menimbang nimbang pandangan mana yang paling tepat untuk mewujudkan kemaslahatan. Fiqih muwazanah sangat bertalian erat dengan Fiqih kemaslahatan, karena seringkali untuk mewujudkan kemaslahatan diperlukan untuk menimbang dan memilih pendapat yang relevan.
Fiqih keseimbangan sangat penting, karena ia dicontohkan langsung oleh Al Qur’an bukan hanya dalam satu ayat.
Lebih baik mana melubangi kapal laut agar selamat sampai tujuan, atau membiarkan kapal laut dalam keadaan baik lantas dirampas oleh perompak, sehingga bukan hanya tidak sampai tujuan, tetapi juga berpotensi menenggelamkan penumpangnya. Nabi Khidir as, lebih memilih yang pertama untuk yaitu melubangi kapal laut itu, sekalipun sedikit membahayakan untuk menggapai kemaslahatan yang lebih tinggi menyelamatkan kapal laut dan penumpangnya. (Al Kahfi: 79)
Sebaiknya berperang melawan orang orang yang memerangi umat Islam , ataukah membiarkan mereka menghalangi jalan Allah, membiarkan kekufuran terjadi, atau mereka mengusir umat Islam dari negrinya sendiri? Al Qur’an menyatakan pilihan pertama lebih baik, sekalipun tidak boleh melampaui batas. ( Al Baqarah: 218)
Atau contoh yang agak kontroversial, apakah bagi orang tertentu lebih baik mana minum Wine atau Anggur merah dan sejenisnya yang berpotensi memabukkan, daripada tidak minum tetapi membahayakan hidupnya? Al Baqarah ayat 219, menyatakan bahwa di dalam Al Khamer memang ada dosa besar, tetapi juga ada banyak manfaatnya.
Demikianlah Al Qur’an dan juga hadist Nabi mengajarkan fiqh kemaslahatan dan keseimbangan. Kedua jenis fiqih ini, juga beririsan kuat dengan fiqh aulawiyah (fiqih prioritas), fiqh at tagyiir (fiqih perubahan) dan secara terutama fiqih Al waqi’ atau fiqh an nawazil (fiqih realitas).
Wallahu A’lam
Penulis :
DR. Imam Nakhai (Pengajar di Ma’had Aly Al ibrahimi Situbondo)