Sejarah Singkat Maulid Nabi SAW
Maulid Nabi SAW atau peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW konon sudah dimulai sejak tahun kedua hijriah oleh masyarakat muslim arab. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa peringatan tersebut dikenalkan sejak Nabi SAW masih hidup.
Banyak versi mengenai awal mula peringatan Maulid Nabi SAW. Sebagian ulama berpendapat Maulid diperingati pertama kali pada masa dinasti Fatimah, Sebagian lainnya percaya hari besar islam itu dirayakan sejak masa Salahudin Al-Ayyubi.
Ahmaad Tsauri dalam rujukannya pada kitab “Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa”menuliskan bahwa seremoni tersebut sudah dilakukan oleh Masyarakat muslim arab sejak tahun kedua (Sejarah Maulid Nabi, 2015).
Dikisahkan, istri Khalifah al-Mahdi bin Mansur al-Abbas, Khaizuran atau Jurasyiyah binti ‘Atha (170 H/786 M), datang ke Madinah untuk memerintahkan agar penduduknya merayakan peringatan hari lahir Nabi Muhammad di Masjid Nabawi.
Dari Madinah Khaizurah, ibu dari Amirul Mukminin Musa al-Hadi dan al-Rasyid, kemudian bertolak ke Mekah untuk memberikan perintah yang sama dan perayaannya dipusatkan di Masjid Nabawi.
Ketika itu, pengaruh besar Khaizura berhasil menggerakan seluruh lapisan masyarakat Arab untuk menauladani ahlak dan kepribadian Rasulullah melalui peringatan maulid Nabi SAW.
Sebagian besar ulama meyakini, Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul Awwal, Tahun Gajah (570 M). Maka setiap tanggal tersebut diperingati dengan Maulid Nabi SAW.
Maulid Nabi di Indonesia
Umat muslim di berbagai belahan dunia memiliki cara tersendiri dalam mengekspresikan keagungan Maulid Nabi SAW, tak terkecuali di Indonesia. Masyarakat Jawa merayakannya dengan ‘manaqiban’ di dalam sejumlah kitab seperti Barzanji, Simthud Durar, Diba’, Syaroful Anam, Burdah, dan lainnya. Setelahnya dilanjukan dengan ‘berkatan’ atau menyantap makan bersama yang disedikan secara sukarela dan gotong royong oleh warga setempat.
Di Jogja, Maulid Nabi SAW sudah menjadi tradisi di lingkungan keraton Ngayogyakarta yang dikenal dengan ‘Grebeg Mulud’. Perayaan ini identik dengan upacara Sekatan, dan arakan – arakan pasukan keraton yang membawa tumpukan sayuran, kecang-kacangan, cabai merah, dan telur yang menyerupai gunung.
Di Sulawesi Selatan ada ‘Maudu Lompoa’ atau Maulid Akbar yang konon dirayakan lebih meriah dari perayaan Idul Fitri. Warga mengarak replika perahu Pinisi yang dihiasi dengan beraneka ragam kain sarung dan dipamerkan di tepi sungai.
Setelah dipamerkan, replika perahu diarak warga keliling desa. Sepanjang acara tersebut tetabuhan gendang atau seni musik Gandra Bulo khas masyarakat lokal terus diperdengarkan. Maudu Lompoa melambangkan sejarah masuknya Islam di wilayah selatan pulau Sulawesi yang dibawa oleh para pedagang Arab.
Meskipun masih terdapat perdebatan di kalangan ulama terkait perayaan Maulid Nabi ini, tapi bagi kebanyakan umat Islam merayakan Maulid Nabi mempunyai makna spiritual dan edukasi.
Momentum ini menjadi kesempatan bagi kaum muslimin untuk mempelajari lebih jauh tentang kehidupan dan ajaran Nabi Muhammad SAW.
Sumber : baznas.go.id
Kompilasi dari berbagai Sumber.